Ø Dasar Hukum Asuransi
ü Pasal
246 sampai dengan Pasal 308 KUH Dagang.
ü Pasal
1774 KUH Perdata.
ü Peraturan
perundang – undangan diluar KUH Dagang dan KUH Perdata :
1. Undang
– undang No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
2. Undang
– undang No. 33 tahun 1964 tentang Dana Pertanggung Wajib Kecelakaan Penumpang.
3. Undang
– undang No. 34 tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas.
Ø Penggolongan Asuransi
Dalam pasal 1774 KUH Perdata
asuransi dapat digolongkan sebagai bunga selama hidup seseorang atau bunga
cagak hidup dan perjudian dalam perjanjian untung – untungan (konsovereenskomst). Dengan demikian
asuransi dapat dikatakan sebagai perjanjian untung – untungan dikarenakan
asuransi mengandung unsur “kemungkinan” dimana kewajiban penanggung untuk menggantikan
kerugian yang diderita oleh tertanggung tersebut digantungkan pada ada atau
tidaknya suatu peristiwa yang tidak tentu atau tidak pasti (peristiwa belum
tentu terjadi). Berdasarkan atas pejanjian, asuransi dapat digolongkan menjadi
dua :
1.
Asuransi
Kerugian (Schade Verzekering)
Memberikan
penggantian kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung.
2.
Asuransi
Jumlah (Sommen Verzekering)
Pembayaran
sejumlah uang tertentu, tidak tergantung kepada persoalan apakah evenement menimbulkan kerugian atau
tidak.
Ø Prinsip – prinsip Asuransi
Empat prinsip utama asuransi :
ü Kepentingan
yang dapat diasuransikan (insurable
interest)
Prinsip
kepentingan mengharuskan adanya kepentingan atas harta benda yang dapat
dilimpahkan kepada orang lain, harta benda tersebut harus dapat diasuransikan (insurable), dan harus ada hubungan
antara tertanggung dengan harta benda tersebut.
ü Jaminan
atas ganti rugi (indemnity)
Prinsip
jaminan menjelaskan bahwa jaminan ada apabila timbul kerugian, dan sebaliknya,
tidak akan ada jaminan apabila tidak ada kerugian. Menurut prinsip ini
tertanggung hanya boleh memperoleh ganti rugi maksimal sebesar kerugian yang
dideritanya, sekedar untuk mengembalikannya pada kedudukan semula.
ü Kepercayaan
(trustful)
Kepercayaan
dari penanggung mendapat tempat terhormat dalam setiap penutupan asuransi.
Apabila tidak ada kepercayaan dari pihak penanggung, maka bisnis asuransi akan
mengalami kegagalan.
ü Itikad
terbaik (utmost goodfaith)
Suatu
kontrak haruslah didasarkan kepada itikad baik antara tertanggung dan
penanggung tentang seluruh informasi baik materil ataupun materil yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak.
Ø Polis Asuransi
Bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak –
pihak yang mengadakan perjanjian. Surat perjanjian dibuat dengan itikad baik
dari kedua pihak yang mengadakan perjanjian. Didalam surat perjanjian
disebutkan hal – hal yang diperjanjikan kedua belah pihak, hak masing – masing,
sanksi atas pelanggaran perjanjian dan lain sebagainya. Redaksi disusun
sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah memahami maksud dari perjanjian
juga tidak memberi peluang untuk menyalahgunakannya.
Sumber :
https://books.google.co.id/books?id=6X-9l4HKgNIC&pg=PA104&dq=dasar+hukum+asuransi&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwinqKCd_qnMAhWGBI4KHV7FBHsQ6AEIGTAA#v=onepage&q=dasar%20hukum%20asuransi&f=false
Tidak ada komentar:
Posting Komentar